Monday, December 12, 2011

Menapaki Punggungan Malabar – Puntang


Pukul 06.00 WIB aku terbangun, hari itu hari Kamis, 3 November 2011 aku akan melakukan perjalanan Pendidikan Lanjut Gunung Hutan (GH) dan Search and Rescue (SAR) yang merupakan sederetan rangkaian atau bisa di bilang kewajiban Anggota Muda Astacala untuk dapat menjadi Anggota penuh Astacala. Sesuai dari namanya yaitu Gunung Hutan (GH) dan Search and Rescue (SAR) kami di haruskan melakukan perjalanan ke salah satu gunung  yang di seluruh perjalanan itu kami mengatur seluruh rancangan operasionalnya, disini kami di tuntut untuk benar – benar bisa menguasai teknik navigasi darat serta teknik bertahan hidup di hutan.

Kresna, Berti dan Tumingkel adalah pendamping perjalanan Diklan GH & SAR Kelompok ku saat itu. Bersama Ebol, Aris dan Hadi kami ber-7 segera berangkat ke Gunung Malabar, gunung yang terletak di bagian selatan Kabupaten Bandung dengan titik tertinggi 2.343mdpl adalah tempat yang kami pilih untuk Diklan GH & SAR.

Rencana Operasional kami untuk tiba kembali ke sekretariat yaitu empat hari dari hari keberangkatan, dimana setiap harinya kami mendirikan camp berbeda jenis. Di hari pertama kami haruslah membuat camp perorang, di hari kedua kami haruslah membuat camp berkelompok, dan di hari ketiga kami haruslah membuat bivak alam kelompok. Jika dalam 4 hari itu kami tidak bisa melakukannya maka hari pun harus di tambah hingga kami dapat mendirikan keseluruhan point – point tersebut.

Pukul 08.15 WIB Perjalanan kami menuju kaki gunung Malabar dimulai dengan mencarter angkot dari Palasari, setelah bernegoisasi dengan supirnya akhirnya kami memperoleh kesepakatan harga.

Kami tiba di Desa Cinanggela, kaki gunung Malabar pukul 10.40 WIB. Setelah berishoma sejenak, kami segera berjalan menuju titik start, perjalanan menuju titik start tidak terlalu jauh, sekitar pukul 13.00 WIB kami sudah tiba di titik start.
Perjalanan dari titik start
Kondisi di titik start merupakan area persawahan dan terlihat  beberapa rumah warga. Beberapa punggungan juga terlihat dari kejauhan. Langsung saja kami berorientasi medan untuk lebih meyakinkan kami jalur punggungan mana yang akan kami lalui sesuai dengan jalur yang telah kami plotkan.

Medan yang kami lewati untuk mencapai titik camp pertama sangatlah membosankan, hanya ada sawah dan perkebunan yang dapat kami nikmati. Sekitar 3 jam kami melewati sawah dan perkebunan warga akhirnya kami tiba di titik camp pertama.

Kondisi di titik camp pertama masih di sekitar daerah perkebunan warga, cuaca saat itu sedang hujan rintik – rintik dan berkabut tebal.
Camp  I  (camp per orang)
Sesuai dengan rencana awal, di titik camp pertama ini kami membuat camp perorang. Camp telah selesai,  kami pun langsung membuat api. Hingga malam datang pun hujan masih terus mengguyur camp kami. Setelah makan akhirnya kami berkumpul mengelilingi api untuk menghangatkan diri sembari brifing perjalanan untuk esok hari.

Perjalanan hari kedua dimulai sekitar pukul 10.00, hujan masih terus mengguyur tubuh kami, medan yang dilewati pun masih berupa perkebunan milik warga. Kami baru memasuki hutan pegunungan malabar setelah berjalan sekitar 2 jam. Saat tiba di Hutan Malabar jalur yang kami lewati mulai menghilang, tanaman berduri dan tanaman liar seringkali menutup jalan yang kami lewati, sehingga kami pun harus menebas tanaman liarnya. Jika dilihat dari kondisi medannya sepertinya jalur yang kami lewati memang sudah lama tidak digunakan lagi.

Setelah beberapa jam berjalan akhirnya kami tiba di plotan titik camp kedua. Saat tiba di sini ternyata hari masih siang akhirnya kami berunding sejenak dan mendapatkan mufakat untuk melanjutkan perjalanan. Karena dari awal kami memang sudah menetapkan target waktu dalam perjalanan ini. Sembari melihat peta akhirnya kami menetapkan untuk mendirikan camp di puncak Malabar. Sehingga titik plotan camp ke-2 ini pun hanya kami jadikan tempat ishoma sejenak.

Perjalanan kami lanjutkan kembali, kondisi Jalur yang kami lewati tetaplah sama seperti sebelumnya, terus menebas tanaman liar yang menghalangi jalan. Medan track yang kami lewati pun perlahan mulai mengganas, tanjakan – tanjakan curam ditambah dengan kondisi medan yang licin karena hujan serta pegerakan tambahan menebas tanaman sangat menguras energi kami.
Camp II (camp kelompok)
Sekitar pukul 16.30 kami tiba di puncak malabar. sesuai dugaan kami ternyata dataran di puncak malabar cukuplah luas cocok untuk tempat mendirikan camp. Keadan floranya pun masih terbilang rapat, sehingga cukup membantu kami untuk menahan angin yang masuk ke dalam camp kami.

Sesuai rencana di hari kedua ini kami mendirikan camp kelompok dan api kelompok. Sama seperti hari sebelumnya waktu kami gunakan untuk saling menghangatkan diri dan saling becanda ria.

Di hari ketiga kami telat bangun, dari ROP yang telah dibuat seharusnya kami siap memulai perjalanan pukul 09.00, namun nyatanya kami baru memulai perjalanan pukul 10.00. Melihat jalur yang akan kami tempuh hari ini sangat panjang, yaitu melanjukan perjalanan turun melalui gunung Puntang, maka kami memutuskan untuk mempercepat perjalanan di hari ketiga ini.

Kondisi Medan di hari ke-3 ini lebih berbahaya dari medan sebelumnya, ditambah kondisi cuaca saat itu sedang hujan dan punggungan yang kami turuni sangatlah terjal, sering kali juga kami melipiri punggungan yang sangat tipis, karena mau tidak mau untuk menuju gunung Puntang hanya ada satu jalan, yaitu jalan yang kami plotkan ini.

Waktu sudah menunjukan pukul 13.30, disini kami sempat berunding apakah akan mendirikan camp di titik ini atau melanjutkan perjalanan, karena saat kami melihat peta, titik yang bisa kami gunakan untuk mendirikan camp cukup lah jauh, ditambah jalur punggungan yang kami pilih memang cukup rapat dan tipis. Setelah berunding beberapa lama akhirnya kami memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan hingga kami tiba di gunung puntang.
Dokumentasi sesaat sebelum menapaki punggungan Malabar - Puntang
Merangkaki Punggungan Malabar - Puntang
Perjalanan pun kami lanjutkan, benar saja ternyata keadaan di medan sebenarnya lebih buruk dari yang tergambar di peta. Awalnya jalur terlihat normal, namun setelah beberapa menit berjalan, perjalanan menjadi sangat mencekam. Lebar jalur punggungan yang kami lewati hanyalah selebar dua jengkal, bahkan ada yang hanya satu jengkal tangan, pegangan tangan pun tidak ada, yang bisa di lihat di kanan dan kiri kami hanyalah jurang yang sudutnya hampir menyiku 90 derajat. Tidak ada pengaman yang kami gunakan untuk melewati punggunan ini, untuk melewati punggungan ini kami semua haruslah merangkak dan merangkak. Kondisi jalan yang menanjak juga hujan deras membuat kami lebih berhati hati dalam merangkak, angin kencang dan suhu dingin juga rasa lapar sangat amat kami rasakan saat itu, sekujur tubuh kami merinding, pikiran pun sudah berfikir kesana kemari, raut muka seluruh orang saat itu pucat pasih. Kami semua tidak ada pilihan untuk kembali ke belakang, karena jalur yang kami lewati sebelumnya juga sama – sama berbahaya. Bisa dibilang kami semua sangat bodoh untuk melewati punggungan ini. Melewati Jalur  yang benar – benar sangat tidak safety untuk dilewati, tapi apalah daya, semua sudah terjadi, yang bisa kami lakukan hanyalah berdoa dan berjalan dengan tetap menatap ke depan.
Puncak Puntang
Alhasil setelah kira – kira 3 jam merangkak kami semua berhasil melewati Punggungan menyeramkan itu, dan tiba di puncak gunung Puntang.

Kami memutuskan untuk mendirikan camp di titik ini, karena hari sudah sore dan titik camp yang kami plotkan masih cukup jauh. Terpaksa kami pun mendirikan camp flysheet.

Hujan masih terus mengguyur badan kami. Beruntung kayu bakar masih mudah untuk dicari sehingga api masih muda untuk dibuat. Sembari menghangatkan diri di malam hari kami melakukan eval dan brifing untuk perjalanan turun esok hari. Setelah membandingkan medan sebenarnya dan medan di peta akhirnya kami semua pun sepakat bahwa peta yang kami gunakan memang sudah terlalu banyak distorsinya dari medan yang sebenarnya, yang dikarenakan peta yang kami gunakan memang sudah cukup tua.

Pagi hari pun datang, dari Rencana Operasional (ROP) yang seharusnya kemarin di hari ketiga kami mendirikan bivak alam, tapi apalah daya, karena kondisi medan yang benar – benar di luar dugaan, akhirnya dari hasil brifing semalam kami telah bertanya kepada pendamping agar kami diperbolehkan tidak menambah hari, akhirnya kami pun diperbolehkan tidak menambah hari asalkan kami tetap membuat bivak alam, meskipun tidak digunakan untuk bermalam.

Perjalanan turun dimulai pukul 09.00. cukup cepat perjalanan hari ini, hujan lebat tidak menghambat perjalanan kami, sering kali kami terpleset dan terjatuh karena licinnya jalur, namun itu hanya kami anggap hiburan selingan belaka.
Bivak alam
Sebelum tiba di bumi perkemahan kami memutuskan untuk mendirikan bivak alam di dekat aliran sungai. Langsung saja kami membuat bivak alam, sekitar satu jam akhirnya kami selesai membuat bivak tersebut. Materi GH pun akhirnya dapat kami selesaikan.
Materi SAR
Materi kemudian di lanjutkan dengan materi Search and Rescue (SAR). Disini kami diberi teori – teori Search and Rescue (SAR ). Sedangkan SAR yang kami praktekan hanya sebagai pengenalan. Metode yang kami gunakan untuk mencari korban adalah metode pasiv, yaitu dengan cara memberi tanda untuk korban agar korban dapat menuju basecamp SAR, dimana di tanda tersebut di beri sudut azimut sehingga si korban akan mencari tanda berikutnya lagi hingga tiba di basecamp SAR. Metode ini hanya bisa digunakan jika si korban menguasai teknik navigasi darat.

Read more »

Friday, November 25, 2011

Menikmati Danau Tertinggi di Asia Tenggara

Tulisan ini merupakan lanjutan cerita perjalanan ku sebelumnya bersama Boleng dan Memet http://arnan-tri.blogspot.com/2011/10/goes-to-kerinci-3805mdpl.html.
Usai mendaki Gunung Kerinci, Gunung berapi tertinggi di Indonesia, aku melanjutkan perjalanan ke Danau Gunung Tujuh yang merupakan danau tertinggi di Asia Tenggara. Danau air tawar tertinggi di Asia Tenggara ini berada di Desa Pelompek, Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi dengan ketinggian 1.950 meter diatas permukaan laut (mdpl).

Perjalanan dari Tugu Macan menuju Desa Pelompek hanya berjarak sekitar 3 km yang bisa ditempuh menggunakan angkutan berwarna biru.

Setibanya di Desa Pelompek kami menyempati bersinggah di rumah Pak Kadus Baru Ulu Jernih (RT setempat) untuk beristirahat sejenak karena memang perjalanan ke Gunung Kerinci kemarin cukup melelahkan.

pemandangan Gunung Kericni dari Desa Pelompek

Pemandangan di Sepanjang Jalan Desa Pelompek

Dari Desa ini kita bisa melihat dengan jelas keindahan Gunung Kerinci, karena memang jarak desa ini cukup dekat dengan Gunung Kerinci. Setiap Gunung Kerinci sedang aktif pastilah penduduk Desa Pelompek akan selalu diungsikan.

Mayoritas matapencaharian masyarakat Desa Pelompek adalah berkebun dan bertani. Makanan sehari - hari mereka yaitu nasi berlauk kentang dan sambel yang sangat nikmat rasanya. Masyarakat disana pun sangat ramah. Pemandangan sekitar pun masih sangat alami, birunya langit, aliran air di sepanjang pinggiran jalan dan juga warna hijau padi merupakan pemandangan yang sangat langka kami temui saat berada di kota.

aliran air di sepanjang pinggiran sawah

Setelah bersinggah dua hari di rumah Pak Kadus kami meneruskan Perjalanan ke Danau Gunung Tujuh. Dari pintu masuk Danau Gunung Tujuh kami dikenakan biaya tiket sebesar Rp3.000,- yang merupakan biaya asuransi jiwa.

Untuk mencapai danau kami harus mendaki selama 3 jam dari pintu masuk Gunung Tujuh.  Awal pendakian akan terlihat pemandangan Gunung Kerinci dan perkebunan sayur. Setelah itu jalur mulai menanjak dan berakar. Setelah sampai di puncak Gunung Tujuh, kami harus menuruni gunung sekitar sepuluh menit dengan menapaki jalur yang sangat curam dan berakar. 

Pemandangan Danau di Senja Hari
Namun, sesampainya di danau, semua keletihan akan langsung terbayar. Pemandangan Danau yang seperti laut ini membuat kami terperangah sesaat. Tidak ada pengunjung selain kami saat kami tiba di Danau, Danau yang luas ini serasa seperti Danau pribadi milik kami.
Meskipun kabut tebal berterbangan di atas danau namun suara gemuruh air terjun dan suara orang utan sudah cukup melengkapi kepuasan kami saat menapaki Danau Gunung Tujuh ini.

Sesuai namanya danau ini dikelilingi oleh tujuh gunung, yaitu Gunung Hulu Tebo (2.525 meter), Gunung Hulu Sangir (2.330 m), Gunung Madura Besi (2.418 m), Gunung Lumut yang ditumbuhi berbagai jenis lumut (2.350 m), Gunung Selasih (2.230 m), Gunung Jar Panggang (2.469 m), dan Gunung Tujuh (2.735 m). Perkiraan kami di beberapa gunung ini terdapat sumber air, yang menyebabkan air di Danau ini tidak pernah habis.

mencari kayu bakar di seberang danau

Setelah mendirikan camp kami berjalan menyusuri danau dan tanpa disengaja kami menemukan sampan milik nelayan, langsung saja kami langsung membawa nya ke depan camp kami. Sampan ini kami gunakan untuk mencari kayu bakar di seberang pulau, karena untuk mencari kayu di dataran ini sangat sulit, bahkan ketika kami kembali ke puncak pun kayu bakar masih sulit untuk di temukan. 

ikan pertama yang kami dapat

memancing pun menjadi pilihan kami saat berada di sana untuk dijadikan menu andalan makanan kami, benar saja baru beberapa saat menaruh umpan kami sudah mendapatkan 4 ekor ikan, meskipun tidak terlalu besar tapi lumayanah untuk dijadikan lauk malam ini.

skipper kami saat menyebrangi danau

Hari kedua pun datang, karena kami penasaran dengan daratan pulau di seberang danau ini, maka kami memutuskan untuk mengarungi danau ini dengan menggunakan sampan yang kami temukan kemarin. Suara gemuruh orang utan dan hujan rintik - rintik menemani perjalanan kami ke seberang danau. 

foto di depan rumah semi permanen milik nelayan setempat

Tak di sangka setelah tiba, ternyata banyak rumah - rumah semi permanen yang sepertinya sering di gunakan para nelayan untuk bersinggah. bahkan ada beberapa rumah yang pintunya masih tergembok. namun ada pula beberapa rumah yang terbuka, karena cuaca saat itu hujan sedang turun dengan lebat, langsung saja kami memasukinya untuk berteduh sesaat.
Setelah 4 jam pengarungan akhirnya kami memutuskan kembali ke camp

Sekitar pukul 14.00 kami beranjak pergi dari Danau Gunung Tujuh ini. 2 jam perjalanan kami pun telah tiba kembali ke Desa Pelompek.

Perjalanan kami untuk kembali ke Bandung menggunakan bus dari Padang selama 3 hari 2 malam


Foto bersama Pak Kadus


Cukuplah puas dengan perjalanan ku yang hampir 1 bulan ini. terima kasih kepada Pak Kadus Ulu Jernih karena telah berbaik hati telah memberi tempat persinggahan kami selama 2 hari.

pemandangan danau di siang hari saat berkabut



Suatu kebanggaan bagi negaraku mempunyai danau air tawar tertinggi di Asia Tenggara. Saatnyalah bagi kita, bangsa Indonesia untuk menjaga dan melestarikannya. 

Read more »

Thursday, October 27, 2011

Pen-deskripsi-an Teman

Berawal dari melihat kotak ajaib yang amat canggih, saya jadi penasaran untuk nyeloteh sana nyeloteh sini.
tema tulisan ini saya ambil dari salah satu tulisan di blog temen saya.
FRIENDSHIP???? alias temen, apa sih gunanya punya temen???
kalau dari saya sendiri temen itu mempunyai banyak sekali manfaatnya

1. Tempat Canda Ria
Canda Ria disini maksudnya saling kata - kataan (ejek mengejek), Mental yang di uji disini, tapi ingat janganlah sampai kelewatan, kita harus bisa lihat situasi, banyak orang yang jika sedang bad mood akan cepat naik darah. Karena pada dasarnya guna ejek mengejek ini hanya untuk mendinginkan dan meramaikan suasana.

2.Tempat Keluh Kesah
siapa yang tidak setuju dengan yang satu ini??? Bener kata temen saya, temen bagaikan tempat sampah, tempat kita mengeluarkan unek unek yang ada di hati kita, tempat kalian curhat dari masalah yang sepele sampe masalah yang yang bisa dibilang masalah tingkat dewa.
Kalau yang satu ini tidak semua teman bisa kita curhati, kenapa??? Karena ini menyangkut rahasia - rahasia kita, memang bener jika ada masalah yang dipendam itu rasanya seperti terbebani, tapi setelah kalian cerita dijamin kalian langsung plong, untung - untung temen kalian mendapatkan solusi masalahnya, jadi masalah itu bisa terselesaikan.

3.Tempat Nyembunyiin Kekosongan Hidup
Buat kalian yang masih JOMBLO, fungsi Temen akan amat sangat berperan, ditambah jika kalian melihat orang pacaran, pastilah pelarian kalian berkumpul ke teman - teman kalian. Ngomong - ngomong masalah temen dan pacar, banyak yang bertanya lebih penting mana antara teman dengan pacar?? kalau dari saya  bisa dilihat dari kondisinya, jangan sampai karena kalian sudah mempunyai pacar kalian jadi nyuekin temen - temen kalian, begitu juga sebaliknya, kalian sekarang sudah punya pacar, tapi pacar kalian malah di anggurin. Kita harus bisa membagi waktu. "Ada istilah mantan Pacar, TAPI tidak ada istilah mantan teman" kalimat itu yang selalu saya pegang dari saat SMP sampe sekarang. Karena memang sudah terbukti, dari sekian banyak mantan - mantan saya, setelah putus udahannya kita langsung kaku - kakuan malah sampai cut comunication.

4.Tempat pembrutalisme
Maksud dari pembrutalisme disini yaitu tempat gila - gilaan. Saat kalian ada masalah, atau saat kalian sedang Galau. pasti juga teman - teman kalian yang sangat berperan, dia yang ngebuat kita dari BT tidak bisa ketawa hingga kita bisa tertawa lagi, ide gila - gilaan ini memang biasanya muncul kalau kita sedang BT, atau saat ada masalah atau pun saat kita sedang galau, Dari mengajak jalan - jalan tidak jelas, ngegodain orang sampai ngajak orang itu berantem sama kita, bahkan sampai mengajak minum, sangat banyak jenis - jenis nya.Tapi dari tidak bener kalau dari semua itu tidak ada manfaatnya, manfaatnya menurut saya sangat besar, di sela - sela saat kalian sedang gila - gilaan otomatis masalah kalian, kegalauan kalian pasti akan hilang, ya meskipun tidak selamanya hilang, saat kalian sedang sendiri pasti perasaan yang tadi hilang akan muncul kembali. Ya tapi setidaknya kalian menjadi tahu bahwa kalian itu tidak sendiri, masih ada orang yang masih care sama kita, sampai kalian mau melakukan apapun pasti selalu ada yang menemani.

5.Tempat Utang Piutang
Ya pasti kalian sudah mengerti maksud dari utang piutang, terutama sebagai mahasiswa yang ngekost, akhir bulan tepatnya selang waktu antara tanggal 20 - 30 adalah tanggal dimana kondisi dompet kita sudah kosong melompong, kecuali kartu atm yang sudah bisa digunakan lagi karena saldonya yang sudah pada batas limitnya.
Setelah tiba awal bulan bersamaan dengan datangnya uang yang dikirim dari orang tua, sesuai janji langsung saja  saya melunasi utang yang saya pinjam beberapa pekan lalu, yahhh namanya anak kost, kiriman tak tentu kapan datang, sehingga disinilah kita dapat menabung amalan - amalan yang hanya bisa di dapat pada awal bulan. APA ITU???? yaitu menolong teman dengan cara meminjamkan uang untuk dia bisa bertahan hidup dimana duit itu digunakannya untuk mengganjal perutnya.

Dari keseluruhan itu ada satu pertanyaan, Sudah taukah anda mengenai karakteristik semua teman - teman kalian??? ada satu cara untuk mengetahuinya ajaklah dia jalan entah ke gunung, ke pantai, atau entah kemana yang menghabiskan waktu beberapa hari dimana kalian akan bersama terus baik pagi siang sore dan malam. Saat kalian terus bersama dijamin kalian akan tahu seperti apa sifat teman kalian sebenarnya :D

Kesimpulannya Teman adalah sesosok makhluk yang amat berguna bagi kita baik saat suka maupun saat duka. Kita pun tidak akan bisa bahagia semasa hidup tanpa adanya teman, karena memang pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial dimana mereka lah yang lebih berperan dibadingkan kita.

Read more »

Wednesday, October 26, 2011

GOES TO KERINCI 3805mdpl



Setelah pada beberapa bulan sebelumnya terdengar wacana untuk mengadakan pendakian ke Gunung Kerinci, akhirnya pada awal bulan Juli rencana perjalanan ini dapat terealisasikan juga. Ada tiga orang yang saat itu sangat antusias dalam kegiatan pendakian ini, Saya, Memet, dan Boleng. 

Gunung yang merupakan titik tertinggi di pulau Sumatra ini terletak di wilayah Kecamatan Kayu, Kabupaten Kerinci, provinsi Jambi. Gunung yang berketinggian 3.805 mdpl ini terhimpit diantara dua pegunungan yang berada di sisi barat dan timurnya, dengan kondisi kerucut yang paling muda gundul. Gunung Kerinci merupakan gunung dengan kawah type strato. Kawahnya terletak di sisi timur laut, merupakan sisa dinding kawah berapi (3655 – 3649 mdpl). Hingga sekarang, kawah yang berukuran 400 x 120 meter ini masih berstatus aktif.

Gunung Kerinci termasuk dalam bagian dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Sebuah wilayah konservasi yang memiliki luas 1.484.650 hektare dan terletak di wilayah empat provinsi, walau sebagian besarnya berada di wilayah Jambi. TNKS sendiri merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari utara ke selatan Pulau Sumatra.

Gunung ini menjadi gunung tertinggi di Indonesia di luar pegunungan Irian Jaya. Di sebelah timur terdapat danau Bento, rawa berair jernih tertinggi di Sumatera. Di belakangnya terdapat Gunung Tujuh dengan kawah yang sangat indah dan hampir tak tersentuh oleh tangan manusia. Di tengah TNKS terdapat celah lembah Kota Sungaipenuh, perkebunan kopi, dan danau Kerinci.

Hari Jumat, 1 Juli 2011 merupakan hari pertama perjalanan kami menuju Gunung Kerinci. Perjalanan kami dari Bandung sampai titk start pendakian terbilang cukup lancar, meskipun beberapa point rencana perjalanan mengalami sedikit perubahan. Di Lampung kami sempat ketinggalan kereta api. Berikut adalah jalur perjalanan kami menuju G.Kerinci :
·         Bandung – Pelabuhan Merak (bus)
·         Pel. Merak – Lampung (kapal ferry)
·         Lampung – Palembang (kereta api)
·         Palembang – Jambi (bus)
·         Jambi – Sungai Penuh (travel)
·         Sungai Penuh – Kersik Tuo (angkot)

Ketika sampai di Sungai Penuh, begitu memandang keluar dari jendela mobil travel, kami terperangah melihat keindahan Danau Kerinci yang sangat indah. Danau tersebut sangat luas dan megah. Sayangnya kami tidak sempat mampir untuk menikmati keindahan danau tersebut lebih dekat. Di Sungai Penuh, rencana kami hanyalah untuk membeli perbekalan dan logistik saja.

Setelah selesai membeli logistik di pasar Sungai Penuh, kami langsung berangkat menuju Tugu Macan. Tugu Macan adalah titik start kami menuju Pintu Rimba. Dari Tugu Macan sampai Pintu Rimba sudah tidak ada desa – desa atau pemukiman lagi, yang ada hanyalah perkebunan dan ladang – ladang penduduk. Di Tugu Macan ini kami dapat melihat keindahan Gunung Kerinci dari kejauhan.

Setibanya disana, kami menemukan sedikit keanehan, ternyata di daerah kai gunung Kerinci ini  mayoritas penduduknya adalah masyarakat asli Jawa, sehingga bahasa kesehariannya pun menggunakan bahasa Jawa. Tak ayal kami sempat tertawa mengetahui hal tersebut, terutama Boleng yang berasal dari Sumatera. Sapi – sapi disana juga sangat unik, karena warna kulitnya yang beraneka ragam.

Perjalanan dari Tugu Macan sampai Pintu Rimba menempuh jarak yang lumayan jauh, sekitar 3-4 km. Kami memutuskan untuk menempuhnya dengan longmarch saja, sembari berharap ada tebengan  truk pengangkut sayur agar bisa menghemat tenaga sebelum memulai pendakian.

Tak seberapa lama berjalan, tibalah kami di depan pintu rimba. Titik start pendakian kami ini berada pada ketinggian 1800 mdpl. Masih ada 2000 mdpl ketinggian vertikal yang harus kami tempuh untuk dapat menggapi puncak gunung ini. Saat tiba di sana hari sudah sangat sore, sekitar pukul 15.30 WIB. Kami mulai memasuki hutan sambil mencari lokasi camp hari itu. Jjika menemukan daerah tanah datar yang sedikit lapang kami memutuskan untuk langsung mendirikan camp dan bermalam di tempat tersebut.

Kira-kira setengah jam berjalan, akhirnya kami tiba di Pos 1 dan mendirikan camp di sana. Kondisi di Pos 1 sangat layak untuk dijadikan lokasi bermalam. Di sana telah disediakan pondasi berupa pondok beratap yang masih terawat dengan baik. Langsung saja kami membongkar carier, mengambil dome dan mendirikannya di sana. Begitu dome telah berdiri, kami pun langsung beranjak mencari kayu bakar untuk membuat perapian malam nanti. Malam harinya, sembari menghangatkan diri, kami mengadakan briefing untuk rencana pendakian besok.

Hari pun berganti. Begitu membuka mata, hawa dingin terasa bagaikan menampar nampar kulit, seakan memaksaku untuk bangun lebih pagi. Untungnya tidak lama kemudian perlahan sinar matahari mulai menyinari hutan yang kami singgahi. Tupai, burung hitam dan sekelompok kera yang riang berlompatan di dahan dahan pohon menjadi pemandangan yang tidak bisa kami acuhkan.

Menurut informasi yang kami peroleh dari penduduk, sebulan ini sudah tidak turun hujan. Karena kami sedikit khawatir jikalau ternyata sumber air di atas kering, pagi itu kami sempatkan untuk mencari sumber air. Segera diadakan pembagian tugas, saya dan Memet mengambil air, Boleng memasak. Ternyata untuk mengambil air saya dan Memet harus kembali turun ke Pintu Rimba. Tidak hanya itu, setelah bertanya kepada petani dimana lokasi untuk mengambil air, ternyata kami harus menyebrangi ladang yang luas dan memasuki hutan kembali. Kemudian baru turun ke daerah lembahan. “Wahhhh pemanasan sebelum mendaki parah banget” gerutuku dalam hati.

Kira – kira 2 jam kemudian kami baru kembali ke Pos 1. Langsung saja kami menyantap masakan Boleng. Setelah sarapan selesai, kemudian kami packing. Tidak lupa kami memilah milah barang bawaan apa saja yang perlu di timbun di pos tersebut. Rencananya setelah dari Gunung Kerinci kami akan melanjutkan ke Danau Gunung 7. Sekitar pukul 09.00 kami memulai perjalanan menuju pos 2.

Baru sekitar 5 menit berjalan tiba – tiba kaki Memet mengalami keram. Mungkin disebabkan karena saat mengambil air jaraknya terlampau jauh, ditambah lagi sebelum memulai pendakian ia tidak pemanasan. Terpaksa perjalanan hari ke-2 ini kami berjalan sangat lambat.

Kami tiba di Pos 2 pukul 10.00. Di sana kami beristirahat sejenak sambil mendokumentasikan lokasi tersebut. Kondisi di Pos 2 hanya berupa dataran lapang beratapkan langit, cukup layak untuk di jadikan tempat mendirikan camp. Setelah selesai mendokumentasikan Pos 2 kami melanjutkan tracking untuk menuju pos berikutnya.
           
Pukul 11.00  kami tiba di Pos 3. Sama seperti di pos sebelumnya kami beristirahat sejenak untuk mendokumentasikan Pos 3 tersebut. Kondisi Pos 3 hampir sama dengan kondisi di pos 1, disini juga ada pondok peristirahatan. Setelah selesai mendokumentasikan kami melanjutkan kembali perjalanan.

Waktu sudah menunjukan pukul 12.00, pos berikutnya pun masih belum terlihat. Akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat yang sedikit lapang untuk makan siang. Perlengkapan masak segera keluar, dan tak lama kemudian makan siang pun siap dinikmati.

Begitu santap siang selesai, kami melanjutkan kembali pendakian. Setelah sekian lama berjalan, kira – kira pukul 15.00 akhirnya kami tiba di shelter 1. Shelter 1 berada di ketinggian 2500mdpl. Shelter 1 ini sangat khas untuk bisa dikenali. Disini kita dapat melihat pohon besar di tengah tanah yang lapang. Shelter ini merupakan pos dimana ada suatu pondasi yang hanya tinggal kerangka besinya saja. Lokasi ini merupakan medan yang terbuka dan bisa memandang ke arah desa Kersik Tuo.

Saat tiba disana kami bertemu dengan orang yang sedang turun dari puncak Gunung Kerinci. Karena kondisi kaki Memet yang tidak  kunjung membaik, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di shelter 1 ini. Setelah dome didirikan, seperti biasa kami langsung beranjak untuk mencari kayu. Waktu baru menunjukan pukul 16.00, ketika semua pekerjaan telah selesai ditangani.  Sambil menunggu waktu makan malam, kami pun bersantai ria. Tak disangka kami kembali melihat tupai dan burung hitam yang telah kami jumpai di Pos 1 tadi pagi.

Hari mulai gelap, angin pun mulai menghempaskan udara dinginnya ke kulit kami. Langsung saja kami merapat ke api unggun untuk menghangatkan diri sembari briefing untuk perjalanan keseesokan harinya. Menurut info yang kami dapat, perjalanan hanya tinggal beranjak ke shelter 2, lalu ke shelter 3, setelah itu langsung summit attack. Untuk bermalam di shelter 3 menurut info yang kami dapat terlalu riskan, karena jika dome kurang kuat, bisa – bisa dome kami terbang terbawa angin. Akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di shelter 2 saja untuk perjalanan esok hari. Baru pada malam harinya kami akan melakukan summit attack guna memburu panorama sunrise dari gunung berapi tertinggi di indonesia ini.

Keesokan paginya, lagi – lagi suhu dingin membangunkan kami dari lelapnya tidur. Untungnya api pada saat itu masih menyala sehingga kami bisa segera menghangatkan suhu badan kami. Entah kenapa saat itu lagi lagi saya melihat tupai dan burung hitam yang hinggap di dahan pohon samping dome kami. Kedua hewan ini seolah mengawal perjalanan kami menuju puncak Kerinci. Begitu sarapan selesai kami mulai packing dan memulai perjalanan kembali. Target perjalanan hari ini hanya menuju shelter 2, kira kira membutuhkan waktu 4 jam.

Pukul 09.00 kami melanjutkan perjalanan, perjalanan hari ini lebih cepat dibandingkan perjalanan yang kemarin, dikarenakan kondisi kaki Memet yang sudah membaik. Jalur trek kali ini sudah mulai menampakkan keganasannya. Trek yang kami lalui merupakan tangga dengan tinggi mencapai lutut dan paha.  Setelah menempuh 3 jam perjalanan akhirnya kami tiba di shelter 2.

Ketinggian di shelter 2 tepat 3000mdpl. Angin di shelter ini benar – benar menusuk kulit. Tempat untuk mendirikan camp berada di sebelah kiri, kira – kira berjalan turun 10 meter. Tempat camp di shelter 2 sungguh luas, ditambah di shelter ini sudah ada pondasi besi yang bisa di gunakan sebagai sekat antar dome. Kita juga bisa mengisi air di shelter ini. Berjalan sedikit ke arah lembahan kita dapat menemukan sungai.

Dome telah di dirikan, makanan pun sudah siap santap, kami pun langsung menyantapnya dengan lahap. karena malam ini kami akan tracking malam, maka dari siang sampai sore hari kami hanya beristirahat.

Setelah beres – beres makan malam, kami pun langsung packing dan memulai pendakian. Tepat pukul 22.00 kami memulai perjalanan summit attack. Kami berangkat sangat awal untuk mengantisipasi jikalau kaki memet mengalami keram lagi.

Sungguh gila track kali ini. Dari shelter 2 ke shelter 3 ini jalurnya benar – benar ganas. Tangganya benar – benar tinggi, tak jarang tangganya ada yang mencapai dada kami, sungguh kewalahan kami menghadapi trek ini, apalah jadi nya ini jika kami berjalan di siang hari, sudah pasti kami akan menjadi sangat desperate melihat jalur tracking yang sungguh "menyenangkan".

Satu jam kemudian kami telah tiba di shelter 3. Tempat setinggi 3351mdpl ini merupakan batas vegetasi antar hutan dan pasir – pasir. Disini terdapat papan pengumuman yang berisikan larangan membuat rute baru dan informasi mengenai lintasan pasir dan cadas. Terdapat lapangan yang luas di shelter ini. Disini kita bisa mendirikan tenda asalkan memenuhi persyaratan untuk bisa didirikan disini, yaitu dome yang kuat dan sehat. Karena disini angin bertiup sangat kencang serta suhu yang dingin. Menurut informasi, kita dapat menemukan air yang letaknya satu punggungan sebelah kiri kalau menghadap ke puncak.

Dari shelter ini atap dunia dapat terlihat sangat jelas. Bulan dan bintang menjadi obat kelelahan kami sewaktu tracking, sungguh indah melihat langit malam itu. Sayang kamera kami tidak mampu mengabadikan keindahan langit saat itu. Di shelter ini puncak Kerinci sudah dapat terlihat. Menurut perkiraan kami saat itu, paling lama 2-3 jam lagi kira – kira kami akan mencapai puncak. Tapi karena waktu masih menunjukan pukul 23.00 kami pun memulai perjalanan ke puncak dengan sangat lambat. Kami sadar bahwa kami berangkat terlalu awal.

Lintasan selanjutnya untuk menuju puncak yaitu berupa jalan berpasir dan batuan cadas. Jalurnya seperti jalur tikus, yang tanahnya dalam, seperti selokan besar. Seringkali kami berpindah – pindah jalur karena jalurnya buntu (mentok). Disini kami harus sangat berekstra berhati – hati karena jalurnya yang licin, sehingga kita akan dengan mudah tergelincir, ditambah dengan adanya kabut yang datang. Untuk mengulur waktu, kami tracking hanya pada saat badan sudah terasa sangat dingin. Bahkan saat kami semakin mendekati ke puncak, kami hanyaa berjalan sekitar 5 menit, kemudian beristirahatnya sampai 30 menit. Begitu tersiksa rasanya.

Saat berada di ketinggian 3600an mdpl kami memutuskan untuk berhenti karena jika meruskannya mungkin akan terasa sangat berbahaya karena bau asap belerang yang semakin tajam. Di tambah waktu pada saat itu masih menunjukan pukul 02.30. Sembari menunggu matahari terbit, kami berlindung di selokan besar yang jalannya berkelok agar terhindar dari hembusan angin. Disini kami mengeluarkan trangia untuk membuat kopi panas, sungguh nikmat rasanya air panas yang saya minum saat itu, di tambah pemandangan saat itu sangat indah, pemandangan kumpulan – kumpulan lampu kota yang berjauh – jauhan saat itu terlihat seperti kota kepulauan. Terlihat juga jauh di langit sana sering kali halilintar mengeluarkan kilatnya. Wah Benar – benar indah bintang saat itu. Seringkali kami melihat bintang jatuh, bahkan kami sempat berkhayal membuat pola rasi rasi bintang karya kami sendiri.

Karena udara yang sangat dingin, kami pun sempat tertidur. Namun tak lama kemudian kami langsung terbangun karena suhu yang amat sangat dingin. Bahkan sempat berulang kali saya melihat si memet badannya bergetar – getar kedinginan.

Pukul 04.30 langit sudah mulai terlihat kebiru-biru tuaan. Kami memutuskan untuk beranjak melanjutkan perjalanan menuju puncak. Dengan badan bergetar – getar kedinginan saya mulai berjalan selangkah demi selangkah, kami berjalan sangat amat hati – hati karena jalan semakin datar tetapi tetap menanjak. Setelah satu jam berjalan tibalah kami di puncak gunung berapi tertinggi di Indonesia ini. Hembusan angin dingin dan rasa lelah kami hilang secara tiba – tiba. Pemandangan lautan awan pun menjadi pemandangan awal yang terlihat sangat indah.


Puncak Kerinci ditandakan dengan kibaran bendera merah putih yang berada pada tiang besi yang tertancap dengan kuat.  Bersyukur perjalanan berjalan dengan sangat lancar. Terlihat di kejauhan pemandangan Gunung 7 dan bukit – bukit di sekitarnya. Kawah aktif pun terlihat masih memuntahkan asap – asap belerangnya. Tidak dapat diprediksi seberapa tebal muntahannya.
           
Namun sangat disayangkan pemandangan sunrise yang kami impikan terhalang oleh kabut dan awan tebal. Sedikit kecewa rasanya , tapu ya sudah lah... pemandangan lautan awan, pemandangan langit secara horizontal, pemandangan danau Kerinci dari kejauhan, dan pemandangan gunung 7 cukup mengobati kandasnya pemandangan sunrise saat itu. Memet pun dengan cepat langsung bertayamum dan melakukan shalat di puncak gunung berapi tertinggi di indonesia itu.

Sudah hampir 3  jam kami mendokumentasikan pemandangan indah di puncak gunung tertinggi itu. Kami menunggu pemandangan samudra Hindia yang menurut informasi dapat terlihat dari puncak gunung ini. Namun karena tebalnya awan dan asap belerang impian itu pun menjadi kandas. Yahhh apa boleh buat... Indahnya pemandangan saat itu membuat saya merasa betah, dan ingin berlama – lama disana. Tapi karena suhu udara yang sangat dingin, ditambah rasa lapar yang menggila akhirnya kami memutuskan untuk turun.

Perjalanan turun berjalan lancar tanpa halangan, saat kami turun melewati selokan besar , batuan cadas, dan pasir yang merupakan jalur trek, makin terlihat jelas pemandangan sekeliling jalur ini yang sungguh amat teramat  indah pemandangannya. Kota kota di bawah gunung terlihat seperti pulau pulau kecil, mirip dengan semboyan negara kita yaitu negara kepulauan. Hingga sampai pada akhirnya kami melewati Tugu Yudha. Pada saat summit attack tadi malam kami tidak melihat tugu tersebut

Saat melewati jalur shelter 3 ke shelter 2 (tempat kami meninggalkan barang), kami terpesona oleh pemandangan jalur yang bentuknya seperti lorong. “waoooooooow” batinku tak jua berhenti mengaguminya.

Sebelum turun kami memutuskan bermalam lagi di pos 1. Karena melihat kondisi tubuh yg lelah, hari pun sudah mulai beranjak gelap. Sungguh kami sangat menikmati perjalanan saat itu, hutan yang masih lebat dan pemandangan hewan – hewan yang sering kami jumpai. Apalagi jika mengetahui kenyataan bahwa gunung yang kami daki ini merupakan gunung berapi tertinggi di Indonesia, makin bangga saja hati ini rasanya. Hehehe... Sayangnya, tidak seperti beberapa gunung di pulau jawa yang sudah tersentuh segi komersilnya, di Gunung Kerinci itu tidak ada yang menjual souvenir dan asesoris. Melayang sudah keinginan kami sehingga kami untuk membawa  buah tangan seperti baju, stiker, dan gelang – gelang.

Senang bisa menikmati keindahan tempatmu Gunung Kerinci.
Semoga tetap terawat dan terjaga keindahanmu. 

Read more »

SAMPAH Membukit Kesadaran Memudar



Masalah sampah memang takan pernah habis untuk dibahas, karena sampah bukanlah hanya tentang kotoran yang divisualisasikan... namun juga tentang kesadaran manusia. Selain merusak pemandangan, sampah juga menyebabkan bencana bagi masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai. Itulah yang terjadi Sungai cikapundung, Kota Bandung, Jawa Barat.

Daerah aliran sungai (DAS) Cikapundung meliputi wilayah seluas 15.386,5 hektar dengan wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung. Sungai Cikapundung berhulu di Gunung Bukit Tunggul, mengalir melalui kota dan mengalir melalui Kabupaten Bandung dan bermuara di Sungai Citarum. Panjang Sungai Cikapundung mencapai 28.000 meter dengan lebar sungai di hulu 22 meter dan di hilir 26 meter.

Debit air minimum 6 meter kubik per detik. Karena ruang lingkup kota yang kecil, tidaklah heran lingkungan, dalam hal ini Sungai Cikapundung, menjadi korban akibat kepadatan penduduk dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Bisa dibayangkan jumlah penduduk yang berdomisili di DAS Cikapundung mencapai 750.559 jiwa, dan jumlah penduduk tertinggi di Kelurahan Tamansari 28.729 jiwa.

Kepadatan penduduk di DAS Cikapundung tergolong tinggi rata-rata 122 jiwa per hektar dengan kepadatan tertinggi di Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal. Jumlah rumah tangga yang tinggal di bantaran sungai 6.837 RT. Karena itulah, Sungai Cikapundung akan lebih parah lagi jika tidak ada pengelolaan sejak dini. Masyarakat bersama pemerintah harus bekerja sauyunan menjaga secara saksama pentingnya sungai nan indah dan sehat.

Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Bandung Iming Akhmad, Minggu (5/9), mengatakanBanjir di sungai cikapundung itu tidak hanya di sebabkan oleh penyempitan sungai dan air kiriman saja, tetapi juga dikarenakan banyaknya sampah di sungai, sehingga menyumbat aliran sungai cikapundung dan terjadilah sedimentasi yang parah di sungai Cikapundung yang mengakibatkan air hujan tidak bisa mengalir dengan lancar sehinggap meluap ke jalan dan pemukiman. Tingginya sedimentasi di anak Sungai Citarum ini mengakibatkan daya tampung kali semakin mengecil. Data BPLHD Jabar menyebutkan, sedimentasi di Cikapundung mencapai 1.023.347 ton per tahun. Lahan kritis seluas 3.865 hektar di sub-Daerah Aliran Sungai Cikapundung juga menyebabkan air larian (run-off) 529,5 juta meter kubik per tahun.”

Jika kita melihat realitas sekarang, Kota Bandung merupakan kota yang sangat digandrungi banyak orang dari luar kota, baik untuk persoalan jasa maupun pendidikan. Keindahan alamnya juga tempat melahirkan orang-orang kritis (para pemikir) yang diperhitungkan oleh nasional maupun internasional. Bahkan, bapak proklamor kemerdekaan Indonesia, Soekarno, belajar di Kota Bandung.

Kini Kota Bandung memiliki hampir lebih dari 40 perguruan tinggi. Maka, tidaklah heran hal tersebut menggoda pendatang untuk tinggal di Kota Bandung. Seperti contoh yang kita lihat, Sungai Cikapundung mengalir melewati kampus Universitas Parahyangan, Institut Teknologi Bandung, Universitas Islam Bandung, Universitas Pasundan, dan Universitas Langlangbuana. 

Namun, menjadi pertanyaan bagi keseluruhan perguruan tinggi itu, apakah ada rasa tanggung jawab atas nilai-nilai edukasi pada keselamatan lingkungan dan masyarakatnya? Jangan-jangan lembaga pendidikan hanya dijadikan ajang usaha, sebagai industri dengan mengatas namakan pendidikan.

“Nan malam ini ada acara gak??? Ikutan ngevakuasi korban banjir di dayeuh kolot yukk, lagi banjir tuh soalnya, karena hampir setiap tahun daerah itu selalu terkena banjir yang cukup parah, dan UKM kita selalu ikut berpartisipasi, baik dalam mensosialisasikan bahaya membuang sampah sembarangan, penanaman pohon, maupun berpartisipasi dalam melakukan evakuasi korban banjir .” ujar Firdaus Maringga , anggota ASTACALA AM-009-KB kepada saya ketika berpaspasan di kampus IT TELKOM (27/3) siang hari.

Ternyata  “sudah ada”, sudah ada orang yang peduli dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap lingkungan di sekitarnya. Tapi mengapa kejadian ini tidak dapat terselesaikan???

Memang masalah seperti ini tidak akan dapat terselesaikan jika hanya satu pihak saja atau hanya segelintir orang saja yang bergerak, tetapi masalah ini dapat tertangani dengan baik jika seluruh masyarakat setempat dan pemerintah juga ikut bergerak dan saling bekerja sama.

Kerusakan lingkungan, gersangnya kota Bandung dan banyaknya sampah hingga terjadinya Kejadian banjir di sungai Cikapundung adalah salah satu contoh kejadian yang selalu terjadi tiap tahun yang diakibatkan oleh kurangnya kesadaran dan kurang pedulinya masyarakat pada lingkungan.

Sudah saatnya kita sadar atas keadaan lingkungan sekitar.  “Kapankah Sungai Cikapundung terbebas dari banjir??? Kapan kah masyarakat dapat sadar akan keadaan lingkungan di sekitarnya??? Kapankah kota Bandung terbebas dari keganasan sampah??? Kapankah, kapankah dan kapankah???” pertanyaan-pertanyaan itu tidak akan pernah habis untuk dilontarkan, jika kita belum bergerak...

Read more »